Senin, 01 Februari 2016

TUGAS 4 HPP

PENGERTIAN PROYEK KONSTRUKSI

Proyek adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka waktu tertentu dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu tugas yang telah digariskan. Menurut D.I Cleland dan W.R. King (1987), proyek adalah gabungan dari berbagai sumber daya, yang dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai suatu sasaran tertentu. Kegiatan atau tugas yang dilaksanakan pada proyek berupa pembangunan/perbaikan sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan sebagainya) atau bisa juga berupa kegiatan penelitian, pengembangan. Dari pengertian di atas, maka proyek merupakan kegiatan yang bersifat sementara (waktu terbatas), tidak berulang, tidak bersifat rutin, mempunyai waktu awal dan waktu akhir, sumber daya terbatas/tertentu dan dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Pengertian proyek dalam pembahasan ini bidatasi dalam arti proyek konstruksi, yaitu proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi (pembangunan). Dari pengertian dan batasan di atas, maka dapat dijabarkan beberapa karakteristik proyek sebagai berikut:
  1. Waktu proyek terbatas, artinya jangka waktu, waktu mulai (awal proyek dan waktu finish (akhir proyek) sudah tertentu.
  2. Hasilnya tidak berulang, artinya produk suatu proyek hanya sekali, bukan produk rutin/berulang (Pabrikasi).
  3. Mempunyai tahapan kegiatan-kegiatan berbeda-beda, dengan pola di awal sedikit, berkembang makin banyak, menurun dan berhenti.
  4. Intensitas kegiatan-kegiatan (tahapan, perencanaan, tahapan perancangan dan pelaksanaan).
  5. Banyak ragam kegiatan dan memerlukan klasifikasi tenaga beragam pula.
  6. Lahan/lokasi proyek tertentu, artinya luasan dan tempat proyek sudah ditetapkan, tidak dapat sembarang tempat.
  7. Spesifikasi proyek tertentu, artinya persyaratan yang berkaitan dengan bahan, alat, tenaga dan metoda pelaksanaannya yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi prosedur persyaratan tersebut.

Definisi dari manajemen konstruksi menurut Soehendradjati, (1987) adalah kelompok yang menjalankan fungsi manajemen dalam proses konstruksi (tahap pelaksanaan), suatu fungsi yang akan terjadi dalam setiap proyek konstruksi. Tujuan pokok dari manajemen konstruksi ialah mengelola atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil sesuai dengan persyaratan (specification). Untuk dapat mencapai tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam rangka pencapaian hasil ini, selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu (quality control), pengawasan waktu (time control), dan pengawasan penggunaan biaya (cost control). 
Ketiga kegiatan pengawasan ini harus dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan (Djojowirono, 1991).
Dalam pelaksanaan proyek tentu mempunyai sasaran yangakan dituju. Menurut Soeharto (1995), sasaran adalah tujuan yang spesifik dimana semua kegiatan diarahkan dan diusahakan untuk mencapainya. Setiap proyek mempunyai tujuan yang berbeda, misalnya pembuatan rumah tinggal, jalan dan jembatan, ataupun instansi pabrik.Dapat pula berupa produk hasil kerja penelitian dan pengembangan. Dalam proses mencapai tujuan tersebut terdapat tiga sasaran pokok, yaitu besarnya biaya anggaran yang dialokasikan, jadwal kegiatan, dan mutu yang harus dipenuhiuntuk mencapai suatu keberhasilan proyek. Hubungan biaya, waktu, dan mutu digambarkan sebagai berikut:

 



1. Biaya
Proyek dikatakan berhasil jika proyek yang dilaksanakan dapat selesai tepat waktu, tepat guna, dan tepat biaya.Proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran. Untuk proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar dan jadwal bertahun-tahun, anggarannya bukan ditentukan untuk total proyek, tetapi dipecahkan lagi kompinennya, atau periode tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan. Dengan demikian penyelesaian bagian proyek pun harus memenuhi sasaran anggaran perperiode.
2. Waktu
Proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan.Bila hasil akhir adalah produk baru, maka penyerahannya tidak boleh melewati batas waktu yang telah ditentukan.

3. Mutu
Produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratakan.Sebagai contoh, apabila hasil kegiatan proyek tersebut berupa instalasi pabrik, maka kriteria yang dipenuhi adalah pabrik harus mampu beroperasi secara memuaskan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.Sehingga, memenuhi persyaratan mutu berarti mampu memenuhi tugas yang dimaksudkan. Ketiga sasaran tersebut erat hubungannya dan bersifat saling terkait. Artinya, jika ingi meningkatkan kinerja, produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi anggaran. Sebaliknya apabila ingin menekan biaya, maka akan menurunkan mutu, dan waktu pelaksanaannya dari segi technis, ukuran keberhasilan proyek dikaitkan dengan jumlah sejauh mana ketiga sasaran tersebut dapat dipenuhi.

MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN KOORDINASI

Menurut Mc. Farland (Handayaningrat, 1985:89) koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.
Sementara itu, Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
 Menurut Handoko (2003:196) kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya. Hal ini juga ditegaskan oleh Handayaningrat (1985:88) bahwa koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat juga mengatakan bahwa koordinasi dan kepemimpinan (leadership) adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena satu sama lain saling mempengaruhi.
 Terdapat 3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan organisasi seperti diungkapkan oleh James D. Thompson (Handoko, 2003:196), yaitu:
1. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.

2. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependece), di mana suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum satuan yang lain dapat bekerja.

3. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.

Ketiga hubungan saling ketergantungan ini dapat digambarkan seperti terlihat pada diagram berikut ini. Lebih lanjut Handoko (2003:196) juga menyebutkan bahwa derajat koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.

MASALAH-MASALAH DALAM KOORDINASI

Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda. Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu.
Para anggota dari departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Misalnya bagian penjualan menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualtias produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling penting sukses organisasi.

2. Perbedaan dalam orientasi waktu.
Manajer produksi akan lebih memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan masalah-masalah jangka panjang.

3. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi.
Kegiatan produksi memerlukan komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.

4. Perbedaan dalam formalitas struktur.
Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.

MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN PENGATURAN MANAJEMEN
Manajemen proyek konstruksi adalah proses penerapan fungsi-fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan penerapan) secara sistimatis pada suatu proyek dengan menggunkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal.

Manajemen Konstruksi meliputi mutu fisik konstruksi, biaya dan waktu. manajemen material dan manjemen tenaga kerja yang akan lebih ditekankan. Hal itu dikarenakan manajemen perencanaan berperan hanya 20% dan sisanya manajemen pelaksanaan termasuk didalamnya pengendalian biaya dan waktu proyek.

Manajemen konstruksi memiliki beberapa fungsi antara lain :
  1. Sebagai Quality Control untuk menjaga kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan
  2. Mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti dan mengatasi kendala terbatasnya waktupelaksanaan
  3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicapai, hal itu dilakukan dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan
  4. Hasil evaluasi dapat dijadikan tindakan pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang terjadi di lapangan
  5. Fungsi manajerial dari manajemen merupakan sistem informasi yang baikuntuk menganalisis performa dilapangan
TUJUAN MANAJEMEN KONSTRUKSI
 
Tujuan Manajemen Konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untuk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ).

Hal tersebut dilakukan agar proyek yang dikerjakan tidak over budgeting dan menimbulkan kerugian sehingga harus mengambil keputusan yang dimungkinkan merugikan pelaksanaan proyek kedepan. Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan manajemen konstruksi yang baik dan benar.
 
Fungsi planning dan organization
                        
                                          

Pelaksanaan manajemen yang baik akan membuat fungsi planning dan organizatiojn berjalan dengan baik. Mengapa demikian?
Karena sebuah proyek bangunan tentunya dikerjakan untuk memenuhi sebuah target tertentu dan jika perencanaan mengenai desain serta pengelompokan orang terkait kegiatan yang akan dilakukan di lapangan berjalan dengan baik tentunya target waktu dan desain yang ditetapkan akan terselesaikan dengan baik.
 
 Fungsi staffing dan directing

Dalam pengerjaan sebuah konstruksi bangunan, tidak mungkin satu tim akan mengerjakan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Tentu akan ada pengelompokan dalam sebuah pengerjaan bangunan yang disesuaikan dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh para pekerja.
Sebagai contoh ketika seorang pengusaha ingin membangun sebuah hotel di kota Yogyakarta tentunya pengusaha tersebut akan meminta bantuan kontraktor yang memiliki beberapa tim dengan keahlian berbeda dimana satu tim akan mengawasi masalah budgeting, tim lain mengawasi desain, dan tim berikutnya mengawasi masalah penyediaan bahan bangunan.
Kombinasi tim yang berjalan baik akan membuat bangunan yang diinginkan akan selesai tepat pada waktunya.

Fungsi kontrol
 
 
Hal berikutnya yang harus diperhatikan oleh para kontraktor dalam bidang pembangunan adalah fungsi kontrol. Manajemen konstruksi yang baik akan menyediakan fungsi kontrol dalam pelaksanaanya. Kontrol diperlukan terkait beberapa aspek seperti waktu, desain, dan budget.
Sebagai contoh ketika seorang pengusaha menyediakan dana 3 milyar untuk membangun sebuah gedung perkantoran, maka manajemen keuangan yang benar akan membantu baik pengusaha ataupun kontraktor untuk menganalisis berapa total harga bahan dan alat yang diperlukan.
Fungsi kontrol juga akan menyebabkanpihak keuangan kontraktor mampu menangani permasalahan keuangan yang mungkin muncul di tengah jalan seperti pondasi bangunan yang rusak karena cuaca atau pemilihan bahan yang ternyata harus menggunakan kombinasi beberapa bahan berbeda dalam pembuatan bangunan.
Fungsi kontrol juga akan membuat para pekerja yang umumnya bekerja dibawah instruksi seorang mandor bangunan mampu menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya tepat waktu.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENGHAMBAT DALAM PENYELESAIAN PROSES KONSTRUKSI

Proses pengendalian proyek sangat penting, namun tidak jarang pada waktu pelaksanaaannya tidak berjalan sesuai rencana. Berdasarkan pengalaman pengalaman faktor penghambat pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi harus diperhitungkan dan dipertimbangkan secara matang jika proyek akan dilaksanakan. Dalam pengalaman-pengalaman tersebut dapat disimpulkan faktor-faktor penghambat pengendalian proyek:

a. Ketidakjelasan pendefinisian proyek
Pada proyek dengan ukuran dan kompleksitas besar, yang melibatkan banyak organisasi dan banyak kegiatan yang saling terkait, maka timbul maslah kesulitan koordinasi dan komunikasi. Kesulitan dapat pula timbul karena kerumitan pendefinisian struktur organisasi proyek yang dibuat oleh perencana.

b. Koordinasi dan komunikasi
Koordinsasi dan komunikasi yang tidak kantinyu dan tidak melibatkan organisasi yang terlibat akan mengakibatkan kesalahan informasi sehingga informasi yang disampaikan tidak tepat.

c. Faktor tenaga kerja
Sumber daya manusia non teknis dalam hal ini pengawas atau instruktur kurang ahli dibidangnya atau kurang berpengalaman dapat menyebabkan proyek menjafdi tidak efektif dan kurang akurat. Demikian pula kualitas sumber daya manusia lainnya yang terlibat dalam proyek konstruksi.

d. Faktor pendanaan
Adanya krisis ekonomi dan kurang kuatnya institusi pendanaan mengakibatkan kegiatan konstruksi mengalami keterlambatan.

e. Pemasokan barang/material
Pemasokan barang harus tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.

f. Pengadaan peralatan
Pengadaan peralatan konstruksi harus sesuai waktu kedatangannnya dengan bahan material yang akan menggunakan peralatan.

g. Faktor disain
Pekerjaan gambar (drawing) sudah harus siap dan telah disetujui oleh institut/personil yang berkompoten.

h. Faktor keamanan
Faktor keamanan di lingkungan lokasi proyek konstruksi harus diperketat untuk menghindari penjarahan yang dilakukan oleh penduduk disekitar lokasi yakni dengan meningkatkan jumlah anggota satuan pengaman.

i. Pengembangan komunitas (community development)
Perlunya sosialisasi dan perekrutan tenaga kasar untuk menghindari dan mengurangi premanisasi dilokasi sekitar proyek.

j. Faktor infrastruktur
Infrastruktur sudah harus disiapkan dan dibenahi sebelum material maupun peralatan-peralatan berat datang.

BEBERAPA PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN DI JAKARTA YANG TERBENGKALAI

Rencana pembangunan rumah susun sewa digencarkan sejak Wakil Presiden Jusuf Kalla menjabat. Kala itu, pemerintah pusat yakin seribu menara rumah susun dapat dibangun.

Bahkan, selain rusunami bagi masyarakat kelas bawah atau berpenghasilan rendah, pemerintah membangun dan meminta swasta mewujudkan rumah susun milik dengan harga Rp 144 juta per unit. Tetapi target itu tidak kesampaian. Baru beberapa pekan lalu, Perumnas kembali meletakkan batu pertama pembangunan kembali rumah susun subsidi di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Menurut Kementerian Perumahan Rakyat, melesetnya proyek seribu menara lantaran tidak ada sokongan dari pemerintah daerah. Bahkan mereka mengeluarkan aturan mempersulit masyarakat miskin mendapatkan rumah.

Berikut petikan wawancara Alwan Ridha Ramdani dan Islahuddin dari merdeka.com dengan Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat Pangihutan Marpaung di ruang kerjanya, Rabu (10/3).

Apa kendala program rusunawa terbengkalai sampai saat ini?

Mungkin saya ceritakan kronologinya. Ketika Marunda dibangun ada kebijakan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memindahkan mereka yang menghuni kolong tol. Pemerintah DKI menyiapkan tanah di Marunda.

Saat rumah susun itu dibangun, ternyata di sana (kolong tol) ada fasilitas listrik, ada iuran kebersihan dan keamanan. Dengan membayar itu, warga merasa berhak tinggal di situ. Mereka juga sudah terlanjur membuka lahan dan berkebun di pinggir jalan tol.

Nah, saat melakukan sosialisasi, mereka keberatan karena di sana (Marunda) tidak ada apa-apa. Tidak ada sekolah, pasar, puskesmas, transportasi sulit, rumah susunnya kosong, tidak ada furnitur. Mereka akhirnya tidak mau.

Pada sisi lain, pemerintah DKI punya kebijakan penghuni rumah susun berhak tinggal hanya yang memiliki KTP DKI. Ini menjadi kendala di lapangan. Ketika sebagian kecil rumah susun di Marunda diisi, sebagian besar itu kosong. Kita bangun lima menara di sana dan PU enam menara, akhirnya dijarah orang, rusak. Kemudian disepakati rumah susun diserahkan ke pemerintah provinsi DKI, tapi tolong diperbaiki.

Berapa jumlah yang mengajukan pembangunan rusunami di Jakarta?

Sekitar 30 persen dan itu bukan rusunami murni. Ada yang menetapkan harga di atas Rp 144 juta. Tapi maksud saya, saat ganti peraturan itu kacau, apalagi di lapangan ada sanksi penyegelan dan denda retribusi IMB.

Kita waktu mengeluarkan aturan rusunami akan dibantu prasarana dan sarana, Rusunami akan dibantu Pph dari lima persen jadi satu persen. KPR-nya juga akan dibantu, pengembang menganggap tidak menarik. Tetapi begitu diberikan kelonggaran KLB enam lantai, baru mereka tertarik.

Bagaimana perkembangan dari pembangunan rusunawa?

Jadi saat swasta mau membangun, begitu rumit. Harus mengajukan IMB, amdal (analisa mengenai dampak lingkungan), dan segala macam, orang kapok bangun. Begitu rumit, begitu biaya tinggi, begitu tidak pasti.

Rusunawa dibangun oleh dana APBN di banyak daerah, pemerintah daerah memungut retribusi. Padahal menurut undang-undang retribusi daerah, tidak membayar dan ada surat dari Kementerian Dalam Negeri. Tetapi faktanya di lapangan, misalnya Kodam, saat akan bangun rumah susun harus bayar sampai Rp 60 juta ke pemerintah daerah.

Itu surat sudah diprotes?

Sudah, kita sudah mengirim surat ke pemerintah daerah, kita lampirkan surat dari menteri dalam negeri. Kita undang mereka datang ke sini, kita tunjukkan undang-undangnya tetapi peraturan daerah setempat tidak mengacu pada undang-undang pajak dan retribusi daerah. Padahal, kalau peraturan daerah melanggar, bisa dibatalkan oleh menteri dalam negeri.

Jadi selama ini pemerintah tidak peduli?

Dulu sebelum gubernur DKI diganti oleh Jokowi, 2006 kita ada program seribu menara. Kita minta ke gubernur ketika itu supaya diterbitkan aturan mempermudah perizinan, diterbitkan KLB sampai enam lantai. Rusunami langsung gencar. Ada 728 lebih pengajuan rusunami dan 60 persen di DKI. Sebagian menggunakan dana swasta selain APBN.

Artinya pembangun rumah susun harus ada sinergi?

Harus sinergi dan ada kepedulian dari pemimpin. Kalau tidak peduli tidak bagus juga.

Jadi apa yang bikin orang Jakarta sekarang mau pindah ke rumah susun?

Kita hanya bilang pada Pak Jokowi, kembalikan aturannya ke zaman Pak Sutiyoso. Itu saja, sederhana. Tapi Pak Jokowi juga minta tolong dibantu dengan Permenpera yang menyampaikan Koefisien Luas Bangunan (KLB) dan ada sanksinya. Padahal, sudah ada Permemendagri nomor 74 tahun 2007 yang mendukung daerah.

Bagaimana program rumah susun sewa tahun ini?

Untuk 2013, kita akan membangun rumah susun khusus pekerja, lebih pada pekerja lajang. Dengan asumsi setiap unit diisi empat orang akan lebih murah bayarnya per orang. Katakanlah Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu per bulan.

Rumah susun untuk lajang akan ditempatkan di dekat tempat dia kerja. Kita punya program di Rawa Bebek. Tadinya kita punya program di Daan Mogot, tetapi tanahnya belum siap. Di Rawa Bebek akan dimulai peletakan batu pertamanya tahun ini untuk enam menara rumah susun. Rumah susun ini bisa dihuni 600 pekerja lajang, menggunakan dua lift.

Tanahnya disiapkan pemerintah DKI, kemudian bangunannya kita siapkan beserta perlengkapan dan prasarananya, dan nanti pengelolaannya oleh pemerintah DKI Jakarta. Ini juga akan dibangun di kota lain, seperti Semarang, Jawa Tengah. Kita bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan Kota Bandung, Jawa Barat. Ini kelanjutan MoU di Hotel Sultan dengan gubernur se-Jawa.