Nama :
Annisaa Ria Tri Yunita
Kelas :
2TB05
NPM : 21313158
PELANGGARAN TERHADAP HAK WARGA NEGARA INDONESIA
Pelanggaran
Hak Warga Negara
Penetapan
hak warga negara adalah hal mutlak yang harus mendapat perhatian khusus dari
negara sebagai jaminan di junjung tingginya sila ke-5 yaitu “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Pengakuan Hak sebagai warga
negara indonesia dalam konsepnya mendorong terciptanya suatu masyarakat
yang tertata baik. Namun dalam praktik atau kenyataannya hak warga negara
justru hanya dijadikan slogan pemerintah untuk menarik simpati warga negara dan
diajak untuk “bermimpi” bisa mendapatkan pengakuan akan hak – hak
tersebut secara utuh. Misalnya saja hak warga negara untuk mendapatkan
penghidupan yang layak. Tentunya jika melihat kondisi rakyat di negara
Indonesia ini, hal itu hanya menjadi impian semata. Pengakuan hak hanya untuk
warga negara yang mampu membeli hak – hak tersebut dengan uang, jabatan dan
kekuasaan. Sedangkan untuk rakyat yang kurang beruntung kehidupannya hanya bisa
menunggu kapan mereka dioerhatikan kesejahteraannya atau menunggu berubahnya
kebijakan pemerintah yang lebih memihak kepada mereka.
Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, setiap warga Negara dijamin haknya oleh pemerintah
sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945. Namun seperti yang kita ketahui
dan kita rasakan. Hingga saat ini masih banyak perilaku yang dianggap merupakan
pelanggaran terhadap hak warga Negara, baik oleh Negara ataupun warga Negara
lainnya.
Memang
didalam pelaksanaannya ada kecenderungan lebih mengutamakan hak - hak
daripada kewajiban – kewajiban asasi warga negara. Ada kecenderungan menuntut
hak – hak yang berlebihan sehingga merugikan orang lain.penuntutan hak – hak
yang berlebih – lebihan atau tanpa batas akan merugikan orang lain yang
memiliki hak yang sama. Oleh sebab itu, pelaksanaan hak – hak warga negara
perlu dibatasi, akan tetapi tidak dihilangkan atau dihapuskan.
Pelanggaran terhadap hak asasi manusia sebetulnya karena
terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara hak dan kawajiban
merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Bila ada hak pasti ada kewajiban,
yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau aparat negara melakukan
pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan kewajibanya yang asasi.
Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat negara melaksanakan
kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan terhadap hak asasi
manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9 tahun 1998 berkenaan
dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis. Disatu sisi
undang-undang tersebut merupakan hak dari seseorang warga negara, namun dalam
penggunaan hak tersebut terselip kewajiban yang perlu diperhatikan. Artinya
seseorang atau kelompok yang ingin berunjuk rasa dalam undang-undang tersebut
harus memberi tahu kepada pihak keamanan (Polisi) paling kurang 3 hari sebelum
hak itu digunakan.
Hal ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang lain seperti tidak
mengganggu kepentingan orang banyak, mentaati etika dan moral sesuai dengan
budaya bangsa kita. Contoh lain, dalam lingkungan kampus dapat saja terjadi
mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti diskusi yang bebas mengemukakan
pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang lain agar tidak
terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan kreativitas, minat dan
kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah diupayakan agar kegiatan tersebut
tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa atau warga kampus
lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak contoh lain dalam lingkungan kita
baik di kampus maupun di dalam masyarakat yang menuntut adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah kita laksanakan apa yang menjadi
hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam berbagai aturan/norma yang ada
dalam negara dan masyarakat.
Bentuk
Pelanggaran Hak Warga Negara
Yang
termasuk pelanggaran hak warga negara menurut UU yaitu:
a.
Penangkapan
dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
b.
Pengeterapan
budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrim yang
dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan
kelangsungan pembangunan.
c.
Pembungkaman kebebasan pers dengan cara
pencabutan SIUP, khususnya terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan
pemerintah, dengan dalih mengganggu stabilitas keamanan.
d.
Menimbulkan rasa ketakutan masyarakat luas
terhadap pemerintah, karena takut dicurigai sebagai oknum pengganggu stabilitas
atau oposan pemerintah (ekstrim), hilangnya rasa aman demikian ini merupakan
salah satu bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
e.
Pembatasan
hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat, karena dikhawatirkan
akan menjadi oposan terhadap pemerintah.
Berikut
ini adalah beberapa Kasus pelanggaran ataupun kontroversi HAM dan Hak Warga
Negara khususnya yang terjadi di Negara kita.
· Hukuman
Mati
Kontroversi
hukuman mati sudah sejak lama ada di hampir seluruh masyarakat dan negara di
dunia. Indonesia pun tak luput dari kontroversi ini. Sampai hari ini pihak yang
pro hukuman mati dan yang kontra hukuman mati masih bersilang sengketa.
Masing-masing datang dengan rasional dan tumpukan bukti yang berseberangan, dan
dalam banyak hal seperti mewakili kebenaran itu sendiri.
Seharusnya
kontroversi itu berakhir ketika UUD 1945 mengalami serangkaian perubahan. Dalam
konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara tentang hak-hak asasi manusia
yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam Bab XA. Pasal 28A dengan
eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945. Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.
Jadi, ‘hak untuk hidup’ atau ‘the right to life’ adalah hak yang paling mendasar dalam UUD 1945. Hak untuk hidup ini adalah puncak hak asasi manusia yang merupakan induk dari semua hak asasi lain.
· PILKADA
Semestinya
ajang pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi wadah yang menghidupkan
demokrasi lokal dengan berfungsinya organ-organ politik di daerah. Meski
demikian, sepanjang sejarah penyelenggaraan pilkada di Indonesia, ternyata
sarat pelanggaran hak warga Negara.
Salah
satu penyebabnya adalah kebebasan yang terlalu meluas demikian cepat
menyebabkan membanjirnya partisipasi dalam pencalonan kandidat kepala daerah,
sementara ruang kompetisi sangat ketat dan terbatas.
Solusi
dari permasalahan pelanggaran hak warga negara
Indonesia
menganut paham kekeluargan yang tidak memperbolehkan diskriminasi dalam bentuk
apapun dan atas dasar apapun. Kita tidak mempertentangkan antara mayoritas dan
minoritas. Yang kita dambakan adalah kerukunan, keserasian, keselarasan dan
keseimbangan. Memang dalam suatu masyarakat akan dapat terjadi benturan dalam
kehidupan yang berkembang dan dinamis, namun kita tidak dapat membiarkan
konflik itu timbul dan berkembang tanpa terkendali. Kita usahakan
penyelesaiannya dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingans semua pihak,
tanpa ada yang merasa menang atau merasa kalah, dan tidak ada yang merasa
dimenangkan dan dikalahkan.
Pelanggaran-pelanggaran Hak Warga Negara di Indonesia selama ini,
dan sulitnya melakukan penyelesaian disebabkan karena kurangnya peraturan
perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaiannya.
Semenjak reformasi telah ada peraturan perundang-undangan yang memberikan
jaminan dan petunjuk dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM
ataupun Hak Warga Negara diantaranya adalah Undang-undang No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia; dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum.
Pembentukan lembaga yang mengurus Hak Warga Negara dan
pelanggarannya juga merupakan upaya yang memberikan perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya KOMNAS HAM,
pusat-pusat/Lembaga Kajian HAM yang terbentuk di berbagai daerah, LSM dan
sebagainya. Lembaga-lembaga ini di samping berupaya mensosialisasikan
peraturan-peraturan tentang HAM juga menerima pengaduan-pengaduan pelanggaran
HAM dan Hak Warga Negara dan meneruskan kepada lembaga yang berwenang untuk
memprosesnya. Upaya yang dilakukan selama ini terkendala oleh beberapa faktor
diantaranya kurangnya perangkat hukum, kurangnya bukti-bukti yang lengkap dan
keterbatasan penegak hukum. Oleh karenanya bila telah terjadi pelanggaran hak
asasi manusia ataupun hak warga negara maka secepatnyalah hal ini dilaporkan
kepada yang berwenang.
Upaya yang sangat menentukan perlindungan terhadap pelanggaran HAM
dan Hak Warga Negara adalah melalui peradilan. Peradilan yang kuat akan
memberikan perlindungan yang baik terhadap Hak Warga Negara dan berdampak
positif terhadap tindakan-tindakan yang menjurus kepada pelanggaran Hak Warga
Negara. Untuk mendukung itu sekarang sudah ada undang-undang tentang pengadilan
hak asasi manusia yaitu Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Undang-undang itu
menetapkan disetiap daerah kabupaten atau kotamadya ada pengadilan HAM yang
mengurusi Hak Warga Negara. Pelaksanaan peradilan HAM juga perlu dukungan
penyidik yang berusaha untuk mencari bukti-bukti yang kuat tentang pelanggaran
Hak warga Negara tersebut. Bantuan kita bersama dalam memberikan data (bukti)
adalah langkah baik untuk tegaknya HAM di negara Indonesia khususnya Hak Warga
Negara.
Lembaga-lembaga pendidikan juga berperan dalam memberikan
perlindungan terhadap HAM. Lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga
pendidikan formal memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada pelajar, siswa
atau mahasiswa tentang hak asasi manusia, prosedur yang harus ditempuh bila
mengetahui adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kepedulian terhadap
hak asasi sudah berarti menekan peluang terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia.
CONTOH BERITA MASALAH PELANGGARAN TERHADAP HAK WARGA
NEGARA
Tragedi
Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada
saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta
puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Heri
Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie. Mereka tewas tertembak di dalam
kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, leher, dan
dada. Tragedi ini jelas merupakan pelanggaran HAM dan Hak Warga Negara
khususnya.
Insiden di Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998
menyisakan duka yang mendalam. Berikut merupakan garis waktu kronologi secara
singkat apa yang terjadi pada Insiden di Universitas Trisakti, 12 Mei 1998.
-
Pukul 11.00 – 13.00 : Aksi Damai ribuan mahasiswa di dalam kampus.
-
Pukul 13.00 : Mahasiswa ke
luar ke Jalan S Parman dan hendak menuju ke DPR.
-
Pukul 13.15 : Dicapai
kesepakatan antara petugas dan mahasiswa, bahwa mahasiswa tidak boleh
melanjutkan perjalanan. Tawaran petugas diterima baik. Mahasiswa melanjutkan
aksi di depan bekas Kantor Wali Kota Jakbar.
-
Pukul 13.30-17.00 : Aksi Damai Mahasiswa berlangsung di depan bekas kantor Wali Kota Jakbar.
Situasi tenang tanpa ketegangan antara aparat dan mahasiswa.
-
Pukul 16.30 : Polisi memasang
police line. Mahasiswa berjarak sekitar 15 meter dari garis tersebut.
-
Pukul 17.00 : Diadakan
pembicaraan dengan aparat yang mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam
kampus. Mahasiswa bergerak masuk kampus dengan tenang. Mahasiswa menuntut agar
pasukan yang berdiri berjajar mundur terlebih dahulu. Kapolres dan Dandim
Jakbar memenuhi keinginan mahasiswa. Kapolres menyatakan rasa terima kasih
karena mahasiswa sudah tertib. Mahasiswa kemudian membubarkan diri secara
perlahan-lahan dan tertib ke kampus. Saat itu hujan turun dengan deras.
-
Pukul 17.15 : Tiba-tiba ada
tembakan dari arah belakang barisan mahasiswa. Mahasiswa lari menyelamatkan
diri ke dalam gedung-gedung di kampus. Aparat terus menembaki dari luar.
Puluhan gas air mata juga dilemparkan ke dalam kampus.
-
Pukul 17.15-23.00 : Situasi di kampus tegang. Para korban dirawat di beberapa tempat. Enam
mahasiswa Trisakti tewas. Yang luka-luka berat segera dilarikan ke RS Sumber
Waras. Jumpa pers oleh pimpinan universitas. Anggota Komnas HAM datang ke
lokasi.
(Sumber: uniqpost.com)
Pendapat saya: Menurut saya, apa yang dilakukan mahasiswa ada benarnya dan
ada pula tidaknya, karena setiap manusia pasti memiliki hak untuk beraspirasi
sehingga tidak ada salahnya mahasiswa untuk berdemo akan buruknya pemerintahan
pada masa itu. Buruknya, mahasiswa terlalu agresif sehingga memicu kemarahan
pasukan-pasukan penjaga keamanan negara (polisi, TNI, dsb). Dan tidak baiknya
para pasukan tersebut adalah, terlalu bermain kasar dan melupakan hak warga
negara yang dimiliki setiap masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar