KOTA YANG
TELAH MENERAPKAN 30% LUAS WILAYAHNYA MENJADI RUANG TERBUKA HIJAU
PENGERTIAN
Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH
merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan
untuk penghijauan tanaman. Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas
wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat berfungsi untuk
perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk
meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah. Klasifikasi
bentuk RTH umumnya antara lain RTH Konservasi/Lindung dan RTH Binaan.
FUNGSI DAN MANFAAT
Fungsi dari
penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan:
a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan.
b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara.
c) Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati.
d) Pengendali tata air; dan e) Sarana estetika kota.
a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan.
b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara.
c) Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati.
d) Pengendali tata air; dan e) Sarana estetika kota.
Manfaat penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan: a) Sarana mencerminkan identitas daerah.
b) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan.
c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial.
d) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan.
e) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah.
f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula.
g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat.
h) Memperbaiki iklim mikro.
i) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
b) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan.
c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial.
d) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan.
e) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah.
f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula.
g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat.
h) Memperbaiki iklim mikro.
i) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
FUNGSI UTAMA
- Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi
udara (paru-paru kota)
- Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancar
- Sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerapan air hujan, penyedia habitat satwa
- Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.
FUNGSI TAMBAHAN
1. Fungsi sosial dan budaya:
- Menggambarkan ekspresi budaya lokal;
- Merupakan media komunikasi warga kota;
- Tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan
pelatihan dalam mempelajari alam.
- Merupakan media komunikasi warga kota;
- Tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan
pelatihan dalam mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi:
- Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur;
- Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lain-lain.
3. Fungsi estetika:
- Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur;
- Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lain-lain.
3. Fungsi estetika:
Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
pembentuk faktor keindahan arsitektural;
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun
dan tidak terbangun.
dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
pembentuk faktor keindahan arsitektural;
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun
dan tidak terbangun.
PERATURAN
UU NO 26 TAHUN
2007 ( PENATAAN RUANG)
-
Peraturan tentang struktur ruang dan prasarana
wilayah kabupaten yang untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
-
Pemerintah kabupaten memiliki wewenang dalam
pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang –
undang.
-
Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana Pola
ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana
tata ruang provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan.
-
Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan
pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan pembangunan
di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
-
Peninjauan kembali atau revisi terhadap
rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan pembangunan.
UU NO 26 TAHUN
2007 TENTANG RTH ( RUANG TERBUKA HIJAU)
Pada UU no 26 tahun 2007 pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit
30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga
kelestarian lingkungan.
Isi
uu no 26 thn 2007 pasal 17 :
(1)
Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola
ruang.
(2)
Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem
pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
(3)
Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan
kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4)
Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial,
budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5)
Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam
rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
(6)
Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah,
antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang
berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata
ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal
1 angka 31 Undang-Undang N0 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan
Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) sebagai area memanjang / jalur dan / atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 9:
1.Kawasan
hijau pertamanan kota
2.Kawasan
Hijau hutan kota
3.Kawasan
hijau rekreasi kota
4.Kawasan
hijau kegiatan olahraga
5.Kawasan
hijau pemakaman
Tujuan
pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah :
1.Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
1.Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.Menciptakan
keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan
masyarakat.
Beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam Pengelolaan RTH adalah :
1.Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.
1.Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geo-topografinya.
2.Sosial,
RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.
3.Ekonomi,
RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual
4.Budaya,
ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat
5.Kebutuhan
akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang
aman, nyaman, indah dan lestari
KOTA YANG MENERAPKAN RTH 30% DARI WILAYAH
SURABAYA
RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bias beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk strategis kota. Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula tamantaman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman. Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat. Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and Livable City in Indonesia. Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan penghijauan yaitu tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan jelas bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya pemerintah, bahkan sektor swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota Surabaya.
RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bias beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk strategis kota. Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula tamantaman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman. Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat. Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and Livable City in Indonesia. Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan penghijauan yaitu tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan jelas bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya pemerintah, bahkan sektor swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota Surabaya.
MALANG
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim terbuka. Hutan kota diharapkan dapat menyerap hasil negative akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya vegetasi dan RTH. Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasitas infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di kota Malang. Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan agihannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi, kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536 m3/jam.
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim terbuka. Hutan kota diharapkan dapat menyerap hasil negative akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya vegetasi dan RTH. Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasitas infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di kota Malang. Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan agihannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi, kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536 m3/jam.
BALIK PAPAN
Secara administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032 adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03 Ha. Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota Balipapan dalam 10 tahun terakhir. Dalam perecanaan tata ruang, pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005 – 2015 menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012 – 2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012. Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap dilanjutkan, antara lain:
1.Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
2.Tidak menyediakan ruang untuk wilayah pertambangan
3.Pengembangan kawasan budidaya dengan konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan zero sediment. Perkembangan kota Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Topografi Balikpapan berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Kebutuhan akan lahan untuk mencapai visi Balikpapan dapat diwujudkan melalui program-program pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada di kota ini dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan hasil pengumpulan data luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan, saat ini baru mencapai 200 ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari luas wilayah Kota Balikpapan (503 kilometer persegi).
KESIMPULAN
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang terbuka hijau dapat menyerap polusi yang terdapat di kota besar. Selain mampu mengurangi kadar polusi, ruang terbuka hijau dapat menjadi tempat berkumpul dan ruang publik bagi masyarakat kota tersebut. Keberadaan ruang terbuka hijau tidak dapat diremehkan keberadaannya.
Secara administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032 adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03 Ha. Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No. 5 Tahun 2006 tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota Balipapan dalam 10 tahun terakhir. Dalam perecanaan tata ruang, pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005 – 2015 menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012 – 2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012. Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap dilanjutkan, antara lain:
1.Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
2.Tidak menyediakan ruang untuk wilayah pertambangan
3.Pengembangan kawasan budidaya dengan konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan zero sediment. Perkembangan kota Balikpapan dalam beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Topografi Balikpapan berbukitbukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Kebutuhan akan lahan untuk mencapai visi Balikpapan dapat diwujudkan melalui program-program pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan mengikutsertakan seluruh komponen yang ada di kota ini dalam aspek-aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Berdasarkan hasil pengumpulan data luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan, saat ini baru mencapai 200 ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4 persen dari luas wilayah Kota Balikpapan (503 kilometer persegi).
KESIMPULAN
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Ruang terbuka hijau dapat menyerap polusi yang terdapat di kota besar. Selain mampu mengurangi kadar polusi, ruang terbuka hijau dapat menjadi tempat berkumpul dan ruang publik bagi masyarakat kota tersebut. Keberadaan ruang terbuka hijau tidak dapat diremehkan keberadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar